Wisdoms.id Semarang- Ada hal yang menarik sekaligus sedikit genit dalam acara Ngaji Tematik, Senin Pahingan di Pondok pesantren Al Itqon Gugen, Pedurungan Semarang asuhan KH. Ahmad Haris Shodaqoh. ( 29/08/2022).
Paox Iben Mudhaffar, salah satu budayawan nasional yang juga pemerhati masalah adat dan Gusdurian dari NTB yang mengaku awalnya ia hanya berniat ikut mengaji, ngalap barokah kyai-kyai yang ada di ponpes Al Itqon ini, tetapi karena yang “dhawuh” Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, KH. Ubaidillah Shodaqoh, Sekretaris PWNU H. Hudalloh Ridwan dll, ya apa boleh buat.
Tema yang disampaikan oleh pria berambut gimbal yang sudah menjelajah sepenjuru nusantara dan sampai timur tengah mengunaka Paox, mencoba memancing nalar kritis dan membangun interaksi kepada audiens. Jadi walau cuma setengah jam saja paparan darinya, harapan Paox sendiri bisa untuk intropreksi dan berfikir bijak, apa-apa yang akan dilakukan untuk pembangunan kota, tentunya kebijakan publik yang akan dinikmati untuk jangka panjang harus dipikirkan betul manfaat dan kerugiannya.
Paox dengan struktur jelas membuka bahwa istilah rob di NTB tidak ada, hanya ada istilah pasang besar dan pasang surut, bahkan ada Pulau Bungin yang ketika pasang besar hanya seluas 1, 5 hektar, tetapi jika saat surut luasnya mencapai 18 hektar. Di sana para penduduk memiliki sertifikat tanah, walau tinggal di atas air, dan sampan-sampan hilir mudik di bawah rumah menjadi pemandangan yang biasa saja.
Paox meringkas, bahwa Kota Semarang yang awalnya didesain sebagai kota industri utama di Pulau Jawa oleh orang-orang Belanda seperti Van Inhope, Thomas Karsten dll memiliki problem dan kontur yang sama dengan di Amsterdam. Makanya solusinya ada kanal, daerah resapan yang bernama Ngresep dllnya.
Daerah-daerah itu memang dirancang sebagai daerah resapan, jadi tidak boleh ditanami apapun, bahkan ditanami pohon. Karena ketika ada vegetasi buatan berarti akan ada perubahan struktur tanah dan segala macam, sehingga tidak bisa menyerap air.
Dan sekarang ditanami kampus, kampus terbesar di Jawa Tengah, namanya Undip Semarang. Kacau tidak itu? Jadi bagaimana ilmuwan, akademisi mau omong, kampusnya saja sudah salah?
Kemudian Paox membahas, bagaimana di Bima dirinya bersama kawan-kawan komunitas melarang penanaman mangrove, lalu juga bergerak ke masalah global yakni iklim, dan juga kriminalisasi lahan, atau pencaplokan lahan.
Lanjut sampai tengah paparan, Paox merengsek masuk untuk masuk di ranah falsafah, bagaimana agar para audien bisa berfikir, kemudian memaknai sesuatu, merembet ke perilaku dan kemudian masalah solusi, parsial dalam satu momen adalah bisa dilakukan, tetapi yang lebih utama ialah adanya sebuah kesadaran kolektif yang besar, walau ini tidak mudah.
Image: KH. Ubaidillah Shodaqoh & Paox Iben
Untuk melihat versi lengkapnya silakan buka link berikut: