Walau dia malu-malu dan berusaha bersembunyi dibalik tirai kegelapan dan berlapis, tetapi Gibran pernah berujar dalam majasinya “ Bukankah para guru yang bijaksana tidak menawari anda untuk masuk ke dalam rumah kebijaksanaan, melainkan membawakannya ke ambang pikiran anda?

Wisdoms.id Jakarta- Pria setengah abad yang menyimpan sejuta pesona dan kekuatan intelektuil maha dahsyat itu sekali lagi masih tampak malu-malu. Namun ia sudah tak jual mahal untuk memberikan senyum lesung pipitnya kepada semua khalayak. Tentu saja warga Banteng yang saban hari bergumul dengannya di ruang kendali dan analisa situasi. Atau sekarang di bidang ekonomi kreatif dan digital sudah faham dengan watak beliau ini.
Tampaknya Magendra yang coba meraba dan masuk ke relung jiwa Mas Nanan, masih sangat kesulitan dan dia ilmu menyelamnya masih sangat amatir. Perlu sepuluh ribu jam lagi untuk mahir atau bagaimana dalam menyikapi problema ini?
Tabir itu mewujud dalam sebentuk lelaki pemalu tapi super dalam memahami intisari marhaen, memompa semangat kawan-kawan sejawat dan juga kokoh dan kuat sebagai pengayom. Ia juga sebagai anak mama yangtangguh, bukan manja.
Apa ini juga strategi kelas wahid dari sang empunya yang punya cerita?
Wallahualam bissawab.
….. ….. …..
Alibi Magendra yang menyusun puzle-puzle ke-marhaenisan an dan unsur-unsur Sukarno, dalam coretan itu mungkin ialah salah satu trik dia untuk menghindari banyak kesalahan?
Atau bisa juga salah satu kiat menutupi kebodohan, atau justru satu keberanian Magendra untuk memaksa bertamu dan mengetuk hati Nanan, agar sekali lagi, satu waktu ini saja membukakan pintu untuknya.
Magendra tahu, bahwa semua data dan kasuistik yang ia raba dan temui di beranda digital, sumber literen serta imaji gagasannya masih sangat perawan dan belum mampu masuk, membuat intim dirinya sebagai seorang pujangga. Penulis, atau apapun itu julukan untuk sang juru kisah dalam kitab ini; Prananda Prabowo, Prakarsa Edha.
Tapi ada satu sisi baik. Satu pengharapan dan bisa jadi ini menjadi simbol alam, apalagi kita sebagai manusia yang hidup di alam timur. Katanya di dalam pandangan hidup manusia timur seperti kita, pandangan hati menempati posisi tertinggi dan utama setelah akal dan indra sebagai perangkat utama untuk sampai kepada kenyataan akan kebenaran.
Sedangkan di barat, saudara kita disana tidak menggunakan instrumen hati ini sebagai sarana penting untuk sampai kepada realitas tunggal atau kebenaran akhir. Itu katanya para pakar.
Kemudian, saya yang mengulas atau menarasikan semua ini boleh kalian semua sebut sebagai resensor atau pengkritik apapun itu, bebas terserah anda. Tapi kalau boleh memilih saya sebut ini sebagai ucapan selamat datang dan selamat berjibaku. Menyelami alam misterius dari sosok yang saya kira masih dua puluh persen kurang Magendra tulis dan strategi yang ia mainkan agar buku itu genap berbilang sampai dua delapan sembilan halaman.
Saya tahu salah satu rahasia sang penyusun. Magendra pernah dua hari, kalau orang Jawa bilang “ menclok” atau nyasar di rumah salah satu sahabat terdekat Adis, ibunda Mas Nanan. Ia adalah pencipta lagu Badai Pasti Berlalu. Dan apapun alasan dari Magendra yang tak kuat bertahan lama di rumah seorang legenda, budayawan itu saya tetap menyebut ia salah. Sekali lagi salah, karena kamu tak mencoba barang setahun, atau enam bulan mungkin.
Tangan bapak berkumis itu bagai tangan sang Midas. Mempunyai tangan ajaib, sentuhan ala Midas atau mitos krisopia yang fenomenal itu. Kamu pasti akan lebih berbobot dan sedikit mengurangi kadar pragmatis sekaligus watak abadimu sebagai seorang plegmatis kawanku yang baik.
Ya, sebagai kalimat akhir. Sekali lagi ku ucapkan selamat datang. Selamat berjibaku. Dan jangan lelah untuk terus belajar. Ini apapun adalah sebuah karya, dan jika karya itu telah menetas dan keluar dari sarangnya, maka para pembaca, auidenslah yang akan menjadi hakim dan ia berhak menguliti karyamu ini.
Ada info-info data rahasia yang berhasil kamu curi dan gali. Dan sebentuk doamu saat proses penyusunan ini. Sengaja aku menyebut penyusunan ya. Primordial adalah strategi besarmu. Dan Sang Prakarsa Edha; Prananda Prabowo yang lain akan lahir setelah di Bhumi primordialitas Bagelen, disusul dari bumi Raflesia Bengkulu, pulau Bali, kota pendekar Madiun, Blitar, Jakarta dan kota-kota lainnya.
Prakarsa Edha yang timbul dan menyerang dari pinggiran.Mereka semua adalah putra asli daerah dan sangat mencintai Mas Nanan.
Semoga hati beliau terketuk dan memahaminya.
Selamat datang, sekali lagi untuk Magendra atas karyanya, dan selamat berpetualang untuk segenap pembaca, pengagum Bung Karno, para kaum marhaenis di nusantara, luar negeri atau jagad halus bahkan.
Ada salah saya membuat “ hadiah” untuk Magendra sahabat saya dan semua, mohon di maafkan.